Seekor kera waktu kelaparan ia tidak karuan, seperti pribahasa jawa yang mengatakan \”Wong ngelih atine ngalihâ€ÂÂÂÂÂÂÂ. Kera juga mempunyai budaya malu, buktinya ada syair lagu lama yang berbunyi :
Jangan suka Bung
Malu-malu kucing
Dibelakang
Suaranya nyaring
Kera dapat dimanfaatkan untuk memetik pohon kelapa, ia mencari pohon kelapa yang buahnya lebat, kemudian dengan cermat ia memilih buah kelapa yang sudah tua. Ia juga tidak sembarangan mengambil buah yang akan dipetiknya. Kera masih punya budaya malu yang tidak merusak lingkungan, malahan menjadi daya pikat wisatawan, kera dilombakan untuk memetik buah kelapa. Maka kera di Sumatera terkenal dengan itu.
Kemudian di Bali, Keranya suka mengganggu para wisatawan. Anehnya, demikian pawangnya mengacung-acungakan tongkat. Seketika itu mereka merubah sikapnya menjadi lemah-lembut dan sopan santun. Mereka dibiasakan mengendalikan emosinya sehingga tidak sampai berbuat yang negative. Satu lagi contoh yang unik, seekor monyet kecil yang membantu di panti jompo dalam menjalankan tugasnya ia tampak menggelikan. Dibawah pengawasan instrukturnya ia bekerja dengan lincahnya. Ia merasa malu kalau sampai ditegur oleh atasannya. Suatu hari di kantornya kedatangan seorang tamu, ia membuang sampah sembarangan. Yetin, demikian nama monyet itu segera mengambil sampah itu dan membuangnya di bak sampah yang di sediakan. Keesokan harinnya , Yetin diajak jalan-jalan keliling kota. Waktu akan menyebrang jalan, Ia merasa malu kalau tiba-tiba nyelonong. Pertama ia melihat lampu lalu lintas. Bila lampu dudah hijau ia menyebrang, sampai di sebrang jalan Yetin berhenti sejenak. Mungkin dalam hatinya mengatakan kalau mematuhi disiplin lalu lintas kita akan selamat. Apa yang dilakukan Kera itu sehingga punya budaya malu tidak lain karena kera ini bisa dilatih untuk melakukan keterampilan tertentu oleh manusia. Tuh, udah baca kan?? walaupun si kera tidak pernah memakai baju layaknya kita, mereka juga punya perasaan malu, hehehe….
Leave a Reply